Rabu, 07 November 2012

Bisnis Coklat Monggo

Yogyakarta selama ini lebih dikenal sebagai daerah tujuan wisata dengan produkproduk kerajinan sebagai pendukung berkembangnya industri pariwisata. Berbagai jenis produk kerajinan yang cukup terkenal, seperti perak, gerabah, produk kulit dan batik, di samping obyek wisata itu sendiri, seperti candi prambanan, candi borobudur di Magelang, dan sebagainya, telah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun internasional.

Coklat Monggo
Coklat Monggo
Bila ditelusuri lebih jauh, ternyata Yogyakarta juga memiliki banyak usaha kecil dan menengah pengolahan pangan yang tidak kalah terkenal dibandingkan dengan produk kerajinan. Makanan khas Yogyakarta seperti bakpia, gudeg, dan sebagainya, hampir bisa dipastikan banyak diburu wisatawan, terutama wisatawan lokal. Belum lagi berbagai panganan lain berbahan baku singkong seperti tela crezz, cokro tela cake, dan kasava brownies tela, banyak tersedia diberbagai pertokoan maupun pusat perbelanjaan sejak lima tahun belakangan ini.
Nah, di luar produk makanan olahan tadi, Yogyakarta juga mampu memunculkan produk makanan berbahan baku coklat, yakni coklat dengan merek dagang Monggo. Untuk produk yang satu ini, mungkin belum banyak wisatawan mengetahuinya. Pasalnya, tidak banyak investor yang tertarik untuk berbisnis coklat di daerah Yogyakarta.

Baru pada tahun 2005, seorang warga negara asing keturunan Perancis-Belgia, Mr Thierry, mau menginvestasikan modalnya untuk memproduksi coklat. Pada awalnya, ia datang ke Yogyakarta sebagai wisatawan. Namun, dari beberapa kali kunjungannya ke Yogyakarta, ia akhirnya berhasil mempersunting gadis asal Yogyakarta.
Sejak perkawinannya itu, ia bersama istri dan keluarganya hingga saat ini menetap di Yogyakarta, dan membangun bisnis coklat meski dalam skala usaha kecil. Coklat produksi Cv Anugerah Mulia yang dikomandani oleh Thierry, menggunakan merek dagang Monggo. Menurutnya, monggo adalah kata yang mengekspresikan keramahan tradisi Jawa.

Bisnis coklat monggo yang digelutinya sejak tahun 2005 itu, dibangun dengan dasar pemikiran, mengapa Indonesia harus mengimpor coklat? Padahal, Indonesia yang dia ketahui memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk cocoa. Di beberapa propinsi, lanjut Thierry, seperti Sulawesi Selatan, Sumatera, dan lain-lain, cocoa banyak dihasilkan petani maupun perkebunan berskala besar.
Dengan latar belakang seperti itu ditambah pengetahuannya tentang pembuatan coklat olahan, ia pun mulai memproduksi coklat monggo di Yogyakarta dengan mesin dan peralatan sederhana. Lewat pengelolaan usaha yang professional, usaha yang dikembangkan Thierry, ternyata cukup berhasil di pasar dalam negeri. Meski harus bersaing dengan produsen sejenis dari dalam negeri maupun coklat impor, tapi coklat monggo memiliki basis pasar yang kuat di beberapa daerah di dalam negeri.
chocolate-monggo
Selain di Yogyakarta sendiri, coklat monggo juga merambah pasar di Jakarta, Surabaya, Bali, Lombok dan Balikpapan, Kalimantan Timur. Menurut penuturan Vinna Indra, Manajer pemasaran CV Anugerah Mulia, penjualan coklat monggo ke daerah-daerah tadi mencapai lebih dari 5 ton per bulan. Sebagai ilustrasi, tambahnya, pasar Bali dan Lombok, masing-masing mampu menyerap sebanyak 2 ton per bulan. Dengan pangsa pasar yang cukup baik, omzet penjualan per bulan pada tahun 2011 ini, sedikitnya mencapai Rp 250 juta, kata Vinna Indra kepada reporter Majalah Kina ketika ditemui pada pameran Kampoong Industry, di Nusadua, Bali, belum lama ini.
Menjawab pertanyaan tentang keunggulan coklat monggo, Vinna menyebut memanfaatkan bahan baku yang berkualitas tinggi yakni premium dark chocolate. Dalam pembuatannya, selain menggunakan bahan baku tersebut, juga memanfaatkan mentega cocoa murni. Setiap varian produk mempunyai keunikan tersendiri dari citarasa asli bahan-bahan lokal yang merupakan kreasi dari ahli coklat Belgia, ujar Vinna, mengakhiri bincang-bincangnya bersama Kina.

Melihat perkembangan usaha yang cukup pesat, CV Anugerah Mulia, berencana akan mendirikan perkebunan cocoa di Kaliurang Yogyakarta. Namun, rencananya itu rupanya belum kesampaian karena letusan Gunung Merapi yang telah merusak daerah Kaliurang.(Gns)

0 komentar:

Posting Komentar